Senin, 14 November 2011

Keajaiban Senyum

najla @ khanza
Ingin Terlihat Awet Muda? Banyak-banyaklah Tersenyum
Berbagai cara dilakukan orang agar terlihat lebih awet muda dari usia sebenarnya. Hal yang paling sering adalah dengan memakai produk kosmetik atau mengonsumsi suplemen tertentu. Padahal cara sederhana seperti tersenyum, sudah bisa membuat seseorang terlihat lebih muda.
Peneliti asal Jerman melakukan sebuah percobaan terhadap beberapa orang untuk menebak usia orang lain dengan melihat beberapa foto wajah dari 171 orang muda, setengah baya, dan lebih tua. Pada beberapa foto, menampilkan wajah yang tersenyum. Di sisi lain, diperlihatkan juga foto dengan ekspresi wajah marah, takut, jijik, atau sedih.
Dalam studi yang dimuat dalam Journal Cognition & Emotion itu, peneliti menunjukkan bahwa ekspresi wajah memiliki pengaruh besar pada berapa orang dengan usia lebih tua. Tersenyum ternyata membuat penampilan seeorang menjadi lebih muda. Bahkan, kebanyakan orang cenderung meremehkan usia seseorang ketika melihat foto mereka yang sedang tersenyum.
Peneliti memberikan beberapa alasan terkait efek tersenyum terhadap usia. Pertama, akan sulit untuk mengatakan apakah kerutan yang terlihat di wajah ketika tersenyum bersifat sementara atau permanen. Kedua, dengan tersenyum seseorang akan terlihat lebih menarik dan memberikan efek positif layaknya anak muda. Sehingga orang lain akan menilai mereka lebih muda dari usia yang sebenarnya.

Tersenyum, betapa mudahnya hal ini dilakukan.  Hanya butuh sedetik untuk merubah bentuk bibir menjadi senyum.  Dan hanya butuh tujuh detik mempertahankan sang senyum untuk terlihat sebagai ungkapan ketulusan hati.
Tetapi kenapa hal sederhana ini jarang terlihat?  Wajah-wajah di jalan, di angkutan umum, di kantin, di kantor, bahkan di tempat wisata yang seharusnya menjadi kebun senyum, justru terlihat buram.  Kerutan-kerutan di wajah menunjukkan betapa berat beban yang harus ditanggung wajah-wajah itu.  Banyak wajah yang daerah diantara dua matanya mengkerut.  Menyeramkan dan tampak garang.  Duh...
Senyum itu sudah hilang dari wajah banyak orang.  Entah kenapa senyum – bahkan tawa – yang selalu cerah menghiasi wajah-wajah itu dari kecil, sirna begitu saja.  Sekarang, bahkan bukan hanya wajah-wajah tua dan dewasa yang telah kehilangan senyum manis.  Wajah para remaja dan anak-anak pun telah ketularan kerutan-kerutan penuh beban itu.
Senyum pada hakikatnya adalah salah satu anugerah indah dari Tuhan Yang Maha Indah.  Tuhan sengaja menganugerahkan  senyum sebagai bagian dari keindahan manusia.  Sayang, anugerah indah ini, tidak banyak ditemui di wajah banyak manusia.  Dunia akan jauh lebih indah bila penduduknya gemar tersenyum.
Hidup dan kehidupan manusia pun akan lebih indah dan menenteramkan bila kita menemui banyak senyum di sekeliling kita.  Terutama sang senyum dari wajah kita sendiri.  Bukankah sangat enak bila kita menerima senyum?  Dan bukankah jauh lebih enak bila kita lah yang memberi senyum?
Saudara, senyum yang sederhana, mudah dan gratis itu ternyata menyimpan banyak keajaiban.  Setidaknya dari berbagai pengalaman dalam hidup saya.  Yap, dalam hidup saya, saya menemui banyak keajaiban.  Bentuknya macam-macam.  Ada  kemudahan, kesehatan, kekayaan, kebaikan, solusi dan sebagainya dari sebuah senyuman.

Sang senyum – lengkungan yang menurut Pak Gede Prama bisa meluruskan banyak hal – adalah hal yang luar biasa. Ia seperti oase di tengah gurun pasir.  Ia seperti setetes air jernih dari mata air yang bisa menghilangkan dahaga.  Ia seperti udara bagi yang tercekik.  Ia seperti sumbangan uang bagi fakir miskin yang dirawat di rumah sakit.  Ia seperti mangga muda bagi ibu muda yang sedang ngidam.  Ia seperti pinjaman uang bagi yang sedang membutuhkan. 
Ia juga seperti semangkuk mie instan bagi pengungsi yang kelaparan. 
Senyum pada hakikatnya adalah kebutuhan manusia.  Siapa yang senang tersenyum membuat jiwa, perasaan, pikiran dan fisiknya terpenuhi salah satu kebutuhannya.  Bila manusia tidak senang tersenyum, ada luka di jiwa, rasa dan pikirnya.  Sang jiwa yang terluka membuat hidup dipenuhi kegelisahan.  Sang rasa yang terluka membuat hidup tidak tenang.  Sang pikir yang terluka membuat hidup penuh beban.
 Aturan Senyum Tulus
Senyum tulus ada aturannya?  Ya, ada.  Aturan ini saya dapat dari dua orang guru saya.  Pertama Pak Jamil Azzaini.  Kedua, Pak Amir Tengku Ramly.  Pertama sekali, saya belajar dari Pak Jamil, bahwa senyum itu harus 227.  Artinya senyum baru terlihat tulus dengan menarik bibir ke kanan 2 cm, ke kiri 2 cm, pertahankan minimal selama 7 detik.  Bila kurang dari 7 detik, maka senyum itu akan kehilangan ketulusannya.
Aturan ini lalu disempurnakan oleh Pak Amir.  Menurut Pak Amir, senyum itu harus 127.  Angka satu artinya sang senyum harus lah berasal dan bertujuan untuk menyatukan hati. Hati yang memberi dan menerima senyum.  Dengan begitu, senyum itu berperan sebagai pengikat dan jembatan antara satu diri dengan diri-diri yang lain. Sedang angka 2 dan 7, maknanya sama dengan aturannya Pak Jamil.
 Itulah senyum saudara... 
Ia sederhana, tapi dahsyat luar biasa. 
Ia kecil, tapi bermakna raksasa. 
Ia mudah, tapi sangat berharga. 
Karenanya,....
Tersenyum lah saudara
Nikmati keajaiban-keajaiban dalam hidup anda.
Senyum itu ibadah
Dan...
Bagikanlah keajaiban bagi hidup sesama kita.

Tips Sehat Lahir Batin Saat Ramadhan

  1. Tidurlah setelah sholat tarawih
  2. Bangun pada awal sepertiga malam, minum air putih 2 gelas (400 cc)
  3. Bagi yang belum witir dapat menambah Qiyamul Lail kemudian witir.
  4. Sebelum makan sahur, minum setengah gelas minuman dengan PH sedikit asam (sari jeruk, anggur, apel, nanas, yoghurt, dsb)
  5. Makan sahur dimulai dengan menu daging, ikan, atau telur dilanjutkan dengan nasi, sayur, dan buah. Ditutup dengan secangkir kopi atau teh.
  6. Subuh – Dhuha. Usahakan jangan tidur setelah sholat subuh. Isikan dengan tadarusan, dan dapat diselingi dengan olahraga, relaksasi seperti jalan santai diseputar rumah atau kebun.
  7. Dhuha  – sekitar jam 10 WIB diisi dengan kegiatan afektif (silaturahmi, mencari data ataupun mengevaluasi diri)
  8. 10 WIB – Dhuhur diisi dengan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian.
  9. Sholat Dhuhur lengkap dengan sunnah rawatib
  10. ba’da Dhuhur – Asar untuk melakukan aktivitas kognitif (pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan)
  11. Asar – Maghrib digunakan untuk kegiatan yang memelrukan kebijaksanaan (menegur anak, memperingatkan staf dikantor atau saling menasehati)
  12. Pada saat berbuka, awalilah dengan sedikit makanan manis, diikuti dengan air putih lalu sholat maghrib.
  13. Usai sholat makan malam dengan mendahulukan daging, ikan, telur, tahu, tempe, baru nasi, sayur, dan buah. Tutup dengan secangkir teh.
najla @ khanza

Menjaga Lisan

najla @ khanza
 
setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf nahi mungkar ( memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran) dan Dzikrullah Azza wa Jalla (mengingat Allah Azza wa Jalla). (HR Tirmidzi)

Mengapakah pada saat-saat beribadah kepada Allah, kita sering tidak merasakan kekhusyukan, apalagi sampai dapat menitikkan air mata, sehingga hampir tidak pernah terasakan lagi lezat dan nikmatnya menghadap Allah?
Ternyata semua itu berpangkal dari hati yang kesat dan kotor. Di dalam hati yang demikian memang tak akan pernah bersemayam nuur (cahaya) iman yang sesungguhnya.
Akibat lain dari memiliki hati yang busuk, kusam, kusut, dan kotor adalah tidak akan pernah mampu kita melahirkan kalimat-kalimat lisan yang benar dan bermutu. Tiap-tiap kalimat yang keluar dari lisan, kata Syeikh Ibnu Atha’illah, pastilah membawa corak bentuk hati yang mengeluarkannya. Betapa tidak? Hati itu bisa diibaratkan dengan teko. Teko hanya mengeluarkan isinya. Bila ia berisi air kopi, maka yang keluarpun pastilah air kopi. Demikian pula jika isinya air bening, maka yang keluar pun pstilah air bening,
Terjadinya lisan seseorang menghamburkan kata-kata kasar, menyakitkan, jorok, dan sia-sia, semua itu, tidak bisa tidak, bersumber dari hati yang tidak beres. Seseorang yang hatinya tidak selamat akan sangat sulit mengendalikan lisannya. Apa saja yang terlihat di depan matanya niscaya akan membuat lidahnya gatal untuk segera berkomentar, terlepas dari komentarnya itu bermutu atau tidak, bermanfaat bagi dirinya atau tidak, ada yang mendengarkan atau tidak. Jelas, tak akan pernah disadari bahwa perkataaanya mungkin bisa sisa-sia.
Bahakan tidak jarang pada akhirnya sang lisan jadi tergelincir ke dalam perbuatan ghibah karena hanya gemar menyelisik kekurangan dan air orang lain. Bilapun perkataannya didengar oleh orang yang dinilainya, maka jadilah ia perkataan yang menganiaya dan menyakiti perasaannya. Bahkan tidak jarang pula lebih meningkat lagi daripada itu, yakni fitnah! Padahal, sungguh pandangan manusia itu amat terbatas untuk menilai kebaikan atau keburukan seseorang.
Perkataan yang kurang bermutu dan hampa maknsa bisa juga keluar dari lisan seseorang yang didasari oleh hati yang tidak ikhlas. Ini bisa terjadi pada siapa saja. Adalah ia seroang sahabat, guru, atasan, bahkan mubaligh atau orang tua sekalipun. Mengapa ada seorang anak yang habis-habisan dinasihati oleh orang tua atau gurunya, tetapi tetap saja berkelakuan buruk? Jawabnya, mungkin karena mereka tidak menasihatinya dengan hati yang benar-benar tulus semata-mata ingin membimbing sang anak ke jalan yang benar. Mungkin nasihat itu keluar dari lisannya seraya hatinya penuh diselimuti nafsu amarah.
Mengapa pula seorang mubaligh telah habis-habisan berceramah menyampaikan kebenaran, tetapi toh tak membekas sama sekali di hati para jamaahnya? “kemungkinan yang demikian itu dari engku sendiri,” kata Muhammad bin Wasi’, seorang ulama ahli ma’rifat. Sebab, kata Wasi’, bila nasihat itu keluar dai hati yang ikhlas, pastilah masuk ke dalam hati. Sebaliknya nasihat yang hanya berupa gubahan lidah dan reka-rekaan belaka, ia akan masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Sebagus apa pun kata-kata yang terucap, bila keluar dari hati yang riya, sum’ah (sekedar mencari popularitas), ujub, atau takabur, maka ia taka akan pernah mampu menghunjam ke dalam lubuh hati pendengarnya.
Lidah memang tak bertulang. Mengeluarkan kata-kata yang bagimanapun dari lisan sungguh termat mudahnya. Akan tetapi, apa dampaknya dan bagaimana akibatnya, itulah yang sering tidak terpikirkan. Sepatah kata yang terucap sama sekali tidak akan membuat tubuh seseorang terluka, namun siapa yang tahu kalau justru hatinya yang tersayat-sayat. Atau sebaliknya, sepatah kata yang terucap, justru malah menjadi penyebab si pengucapnya mendapat celaka ataupun selamat, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Rasulullah saw bersabda, “setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf nahi munkar dan Dzikrullah ‘Azza wa Jalla!” (HR Trimidzi)
Karenanya, jangan heran kalau hanya disebabkan sepatah dua patah kata saja yang terlontar dari mulut bisa terjadi perkelahian, dua orang saudara bisa bermusuhan, bahkan membuat seseorang mendekam di balik terali besi. Sebaliknya, tidak perlu heran pula bila berkat satu dua patah kata seseorang bisa selamat dari malapetaka yang akan menimpanya.
Apalagi balasan yang akan menimpa kita di akhirat kelak sebagai akibat terpelihara atau tidaknya lisan. “Barang siapa yang memelihara apa yang ada di antara janggutnya (yakni lisannya) dan apa yang ada di antara kedua pahanya (yakni farjinya) karena aku, “ sabda Rosulullah, “niscaya akan kujamin dia masuk surga” (HR Bukhari). Sesungguhnyalah, “Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan farji” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian, hendaknya kita selalu berhati-hati dengan lisan. Setiap kata yang hendak diucapkan hendaknya terlebih dahulu dipikirkan masak-masak. Sekiranya kata-kata yang akan terucapkan itu tidak ada manfaatnya, sebaiknya kita memilih diam. Rosulullah saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam” (HR Bukhari Muslim)
Lidah, tanda tenaga dan tanpa biaya bisa kita gerakkan setiap saat. Barang siapa di antara kita terlampau banyak bicara, akan sangat cepat mengeraskan hati. Orang yang paling beruntung di dunia ini adalah “fal yaqul khairan au liyashmut” – orang yang sangat bisa memperhitungkan setiap kata-kataya. Barang siapa yang berpiirnya lebih banyk daripada bicaranya, insyaAllah, kata-katanya akan membersihkan hati.
Hati yang selamat, Subbanallah, siapapun pasti merindukannya. Hati yang selamat tidak ahanya akan menyelamatkannya di dunia, tetapi juga di yaumil hisab nanti. Yakni, “Yauma laa yanfa’u maalun walaa banuun, illaa man atallaaha bi qalbin saliim” (QS Asy Syu’ara [26] : 88-89). Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi bermanfaat, kecuali hati yang selamat!

Sebaik-baik Penegur

Tak banyak manusia mampu tersadar dari kesalahannya walau telah banyak teguran baek itu dalam bentuk lisan ataupun perbuatan yang diterimanya. Sungguh miris melihatnya, karena akan berpengaruh kepada orang disekelilingnya. Tak luput membuat orang lain merasa terdholimi dengan perbuatannya itu. Jika teguran manusia tak mampu membuatnya sadar, cukuplah Allah SWT sebaik-baik Penegur.
Teman apakah kamu tidak tahu kami teman-teman kamu peduli akan dirimu. Mungkin kami sudah merasa banyak memberikan kemudahan atahupun kebaikan untuk kamu, namun kami juga merasa bahwa kebaikan itu telah kamu manfaatkan terlalu berlebihan hingga kamu tak menghiraukan kami yang ada disini.
Adapun kesalahan kami, kamu tak mudah memberikan maaf sampai harus menampakkan kemarahanmu kepada kami. Pernahkah kamu merasa saat kamu melakukan kesalahan kami tak banyak menggubris karena kami ingin menjaga perasaanmu?, karena kami tak ingin bertengkar denganmu? Sungguhkah kamu tak menyadarinya?
Jangan mudah kamu menyalahkan orang lain jika kamu sendiri telah memulai kesalahan itu. Jangan mudah merasa kamu adalah orang yang paling terdholimi sedang kamu sendiri tidak merasakan orang laen disekelilingmu merasa terdholimi akan sifat kamu. Jangan terkejut jikalau kamu tiba-tiba mengalami suatu kejadian yang membuatmu merasa didholimi. Tak pernah kami sengaja melakukannya, namun tak bisa kami pungkiri teman… bahwa kami terkadang merasa sedikit senang melihatmu bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang terdholimi sebagimana apa yang pernah kau lakukan kepada kami. Maafkan sikap ini teman…
Teman…mengertilah, pahamilah, jangan sampai Allah SWT bisa memberimu teguran lebih sulit daripada selama ini kau terima. Sadarlah teman kami akan selalu mendukungmu dalam kebaikan. Tak pernah kami lupa berdoa dibeberapa ibadah kami untukmu baek untuk kebaikanmu tapi juga agar Allah memberikan teguran yang terbaek untukmu. Kami telah lelah teman akan segala sikap ketidak pedulianmu, sikap cuek kamu, sikap yang seenak kamu sendiri, dan pemanfaatan kebaikan kami kepadamu.
najla @ khanza
 “Ya Allah, jika teguran kami tak bisa membuatnya menyadari kesalahannya, tegurlah dia dengan cara Mu karena Engkau adalah sebaik-baik Penegur makluk Mu, ampunilah kami yang telah berputus asa.”

Keikhlasan

Bukan hal yang mudah untuk menjadikan keikhlasan sebagai niat disetiap apa yang ingin kita lakukan lebih-lebih jika itu berkaitan dengan ibadah, keikhlasan karena Allah SWT.
Kita mampu untuk mengatakan “ ya aku ikhlas” namun belum tentu kata itu mengalir dari lubuk hati kita yang paling dalam.
Mudah bagiku mungkin juga mudah bagimu berkorban sesuatu demi orang yang kita cintai dan mencintai kita…orang tua, suami/ istri, saudara, dan orang lain. Mereka yang banyak membantu kita walau tidak setiap waktu. Sampai-sampai kita enggan jikalau mereka terluka hatinya jika kita tidak memperhatikannya dan itu butuh keikhlasan.
Mereka adalah makhluk Allah dan pasti suatu saat akan kembali padanya. Lalu kepada siapa lagi kita akan berkorban.
Bagaimana jika dalam pikiran kita terlintas, apakah aku sudah berkorban untuk Allah? Bagaimana dengan ibadahku selama ini, adakah keikhlasan dalam hati untuk Nya? Pernahkah aku memperhatikan Nya di setiap langkahku, kehidupanku?
Jelas bahwa Allah tak pernah meninggalkan kita. Memberikan kenikmatan yang tak mungkin bisa kita hitung dari sejak Allah meniupkan roh kita saat dalam kandungan hingga saat ini bahkan saat nanti.
Aku harus belajar untuk menjadikan keikhlasan sebagai niatku untuk menjalankan rutinitas hidupku. Aku perlu belajar kepada orang-orang yang berhasil melakukannya. Kepada siapakah gerangan???
Cukuplah Allah SWT tempat kembali kita meminta petunjuk dan akan butuh waktu yang tidak sedikit.
Bantu aku juga teman…saudaraku sesama makhluk Allah SWT.

Menjaga Lisan

Najla A.Khanza
Terdapat dalil-dalil yang tegas dan jelas akan wajibnya menjaga lisan agar kita menggunakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan syari’at. Di antaranya adalah:
1. Hadits ‘Adiy bin Hatim, muttafaqun ‘alaih
Rasulullah bersabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:
((مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلا سَيُكَلِّمُهُ اللهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ. فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلا يَرَى إِلا مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلا يَرَى إِلا مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلا يَرَى إِلا النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ. فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ)) (متفق عليه) وزاد مسلم: ((وَلَوْ بِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ))
“Tidak ada seorang pun di antara kalian, kecuali nanti (pada hari kiamat) akan diajak bicara oleh Allah, yang antara dia dengan Allah tidak ada seorang penerjemah pun. Lalu dia melihat ke sebelah kanannya, maka dia tidak meilihat kecuali apa yang telah dilakukannya dan dia melihat ke sebelah kirinya, maka dia tidak melihat kecuali apa yang telah dilakukannya. Kemudian dia melihat ke depan maka dia tidak melihat kecuali neraka berada di hadapannya. Maka takutlah terhadap neraka walaupun (hanya berinfaq) dengan sebelah/setengah kurma!” (HR. Al-Bukhariy no.6539 dan Muslim no.1016)
Dan dalam riwayat Muslim terdapat tambahan: “Walaupun hanya dengan mengucapkan perkataan yang baik!”
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ: ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم النَّارَ فَأَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثُمَّ قَالَ: ((اِتَّقُوا النَّارَ)) ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ كَأَنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا ثُمَّ قَالَ: ((اِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ, فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ))
Dari ‘Adiy bin Hatim berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang neraka lalu beliau berpaling kemudian bersabda: “Takutlah kalian terhadap neraka!” lalu beliau kembali berpaling sampai-sampai kami menyangka seakan-akan beliau melihat neraka tersebut, kemudian beliau bersabda: “Takutlah kalian terhadap neraka walaupun (hanya berinfaq) dengan sebelah kurma, maka barangsiapa yang tidak mendapatkan(nya), maka (berkatalah) dengan perkataan yang baik!” (HR. Al-Bukhariy no.1417 dan Muslim no.1016)
2. Hadits Abu Hurairah, muttafaqun ‘alaih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ))
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” (HR. Al-Bukhariy no.6018 dan Muslim no.47)
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,” maksudnya adalah barangsiapa yang beriman dengan keimanan yang sempurna, yang dapat menyelamatkan dari ‘adzab Allah dan menyampaikan kepada keridhaan-Nya, “maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” karena sesungguhnya orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentulah dia merasa takut terhadap ancaman-Nya, mengharap pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Dan yang lebih penting dari itu adalah menjaga segala anggota badannya karena kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat atas apa yang telah dilakukannya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
{إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلا}
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Israa`:36)
Dan juga firman-Nya:
{مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ}
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)
Bahaya dan ketergelinciran lisan sangat banyak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
((وَهَلْ يَكُبُّ النُّاسَ فِي النَّارِ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلا حَصَائِدُ اَلْسِنَتِهِمْ))
“Bukankah yang menenggelamkan manusia ke neraka di atas hidung-hidung mereka tidak lain karena hasil lisan-lisan mereka?” (Shahih, HR. At-Tirmidziy no.2616 dari Mu’adz bin Jabal t, lihat Shahiihul Jaami’ 5/29-30))
Maka barangsiapa yang mengetahui dan memahami hal ini serta beriman kepada-Nya dengan sebenar-benar keimanan, maka Allah akan memelihara lisannya sehingga dia tidak akan berbicara melainkan dengan perkataan yang baik atau diam.
Berkata sebagian ‘ulama: “Kumpulan adab yang baik itu tercabang pada empat hadits, disebutkan di antaranya sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!”
Sebagian ‘ulama menjelaskan makna hadits tersebut: Apabila seseorang hendak berbicara, maka jika apa yang hendak ia katakan itu baik, benar dan berpahala maka hendaknya dia berbicara. Jika tidak maka hendaknya ia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh atau bahkan yang mubah.
Berdasarkan hal ini, maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk menahan diri darinya karena khawatir terjatuh kepada yang haram atau makruh dan inilah yang menimpa kebanyakan manusia. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)
Para ‘ulama berbeda pendapat, apakah setiap yang diucapkan manusia itu pasti dicatat oleh malaikat sekalipun yang mubah, ataukah tidak dicatat melainkan yang berhubungan dengan perkataan yang akan membuahkan pahala dan siksa? Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Bagi yang berpendapat dengan pendapat ini maka makna ayat yang mulia tersebut menjadi bersifat khusus yakni perkataan yang berhubungan dengan balasan, baik pahala ataupun siksa.
Berkata penulis kitab : “Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” menunjukkan bahwa perkataan yang baik itu lebih utama daripada diam, sedangkan diam lebih utama daripada berkata yang jelek. Hal itu bisa diperhatikan dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendahulukan “ucapkanlah (perkataan) yang baik” daripada “atau diam!”
Berkata yang baik dalam hadits ini meliputi: menyampaikan ajaran Allah dan Rasul-Nya, memberikan pengajaran kepada kaum muslimin, amar ma’ruf nahi munkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih dan berbicara dengan pembicaraan yang baik kepada manusia. Dan termasuk ucapan yang paling utama adalah mengatakan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau yang diharapkan bantuannya. (Lihat Syarh Al-Arba’iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.47-50)
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i: “Makna hadits ini adalah apabila seseorang ingin berbicara maka hendaklah dipikirkan dahulu. Apabila nampak bahwasanya tidak ada bahaya padanya maka berbicaralah, sebaliknya apabila nampak padanya bahaya atau dia ragu (apakah mengandung bahaya atau tidak) maka tahanlah (diamlah).” (Syarh Shahiih Muslim 1/222)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar: “Makna hadits ini adalah bahwasanya seseorang apabila ingin berbicara maka pikirkanlah terlebih dahulu sebelum berbicara. Maka apabila dia mengetahui bahwasanya pembicaraannya tersebut tidak mengandung kerusakan dan tidak pula mengantarkan kepada yang haram ataupun yang makruh maka berbicaralah. Dan sekalipun perkataan yang mubah maka yang selamat adalah diam (tidak mengucapkannya) agar perkataan yang mubah tersebut tidak mengantarkan kepada yang haram dan makruh.” (Fathul Bari 13/149)
Demikian juga Al-Imam An-Nawawiy dalam Syarh Shahiih Muslim mengatakan dengan perkataan yang semakna dan kesimpulannya sebagaimana dikatakan Ibnu Rajab: “Bahwasanya Nabi memerintahkan berbicara dengan perkataan yang baik dan diam dari apa-apa yang tidak baik.”
3. Hadits Abu Hurairah, riwayat Al-Bukhariy dan Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لا يُلْقِي لَهَا بَالا يَرْفَعُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ. وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لا يُلْقِي لَهَا بَالا يَهْوِي بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ))
“Sesungguhnya seorang hamba, benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang diridhai oleh Allah, yang dia tidak menganggapnya penting, (maka) Allah mengangkatnya dengan perkataan tersebut beberapa derajat dan sesungguhnya seorang hamba, benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang dibenci Allah, yang dia tidak memikirkannya terlebih dahulu, yang dengan perkataan tersebut dia terjerumus ke dalam jahannam.” (HR. Al-Bukhariy no.6478)
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ)) (رواه مسلم) وفي لفظ له: ((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ))
“Sesungguhnya seorang hamba, benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang dengannya dia masuk ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.”
Dan dalam lafazh yang lain: “Sesungguhnya seorang hamba, benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang tidak jelas apa manfaat perkataan tersebut, (akan tetapi) dengannya dia terjerumus ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no.2988)
4. Hadits Abu Hurairah, riwayat Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟)) قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ((ذِكْرُكَ أَخَاكَ ِبمَا يَكْرَهُ)) قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ: ((إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ, وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ))
“Tahukah kalian, apa itu ghibah?” Mereka berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda: “Yaitu, kamu menyebut sesuatu tentang saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan: “Bagaimana pendapat engkau, jika apa yang aku katakan memang kenyataannya ada pada saudaraku tersebut?” Beliau menjawab: “Jika memang apa yang kamu katakan ada padanya, berarti kamu telah meng-ghibahnya dan jika ternyata apa yang kamu katakan tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta tentang dia.” (HR. Muslim no.2589)
5. Hadits ‘Abdullah bin ‘Amr, muttafaqun ‘alaih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ))
“Seorang muslim (yang baik) adalah seseorang, yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhariy no.10 dan Muslim no.40)
Mudah-mudahan kita bisa memahami, menghafal dan mengamalkan dalil-dalil di atas dengan semata-mata mengharap ridha Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aamiin. Wallaahu A’lam.